Latest Posts

Apakah Alam Mulai Enggan Bersahabat



Ebiet GAD - Berita Kepada Kawan
Intro : D G D A D G D

D A D
Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan
Em A D
Sayang engkau tak duduk disampingku kawan
D A D
Banyak cerita yang mestinya kau saksikan
Em A D
Di tanah kering bebatuan

D A D
Tubuhku terguncang dihempas batu jalanan
Em A D
Hati tergetar menampak kering rerumputan
D A D
Perjalanan ini pun seperti jadi saksi
Em A D
Gembala kecil menangis sedih oooo

reff-1
A G D
Kawan coba dengar apa jawabnya
A G D
Ketika ia kutanya mengapa
A G D
Bapak ibunya telah lama mati
A G D
Ditelan bencana tanah ini

G
Sesampainya di laut
D
Kukabarkan semuanya
Em A D
Kepada karang kepada ombak kepada matahari
G D
Tetapi semua diam tetapi semua bisu
Em A
Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit

reff-2
D A
Barangkali disana ada jawabnya
A D
Mengapa di tanahku terjadi bencana

G D
Mungkin Tuhan mulai bosan Melihat tingkah kita
Em A D
Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
G D
Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Em A G A D
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang

Bencana mulai menyergap. Banjir, Gempa , Tanah Longsor, dan angin puting beliung menyusahkan dan memporakporandakan sebagian masyarakat dunia. Tampaknya alam tengah bereaksi atas ulah manusia.

Atas perbuatan manusia pula maka keseimbangan alam mulai terganggu. Reaksi ini terlihat sekali pada banjir. Lantaran hutan dibabat manusia air pun enggan meresap ke dalam tanah. Air memprotes manusia dengan cara mengalir ke permukiman. Lantaran sungai mendangkal karena sampah air pun meluap ke jalan raya.

Banjir merupakan bencana alam yang sesungguhnya bisa diprediksi. Begitu pun tanah longsor dan angin puting beliung. Sementara gempa memang sulit diprediksikan kapan akan datang walau sudah ada peta kawasan rawan gempa.

Keterkaitan dengan prediksi itu sebenarnya warga juga sudah bisa waspada. Misalnya, tatkala curah hujan tinggi maka kawasan langganan banjir saatnya waspada. Warga di sekitar lereng maupun perbukitan sudah saatnya berjaga-jaga sekaligus mengamati pergerakan tanah.

Kewaspadaan itu memang patut ditingkatkan. Apalagi menurut Refleksi Joglosemar. Semakin lama kepekaan manusia terhadap alam semakin menurun. Sayangnya kehidupan modern telah memisahkan manusia dengan alam.

Modernisasi telah merenggangkan hubungan manusia dan alam. Modernisasi telah mendorong manusia untuk asyik bercakap dengan dirinya sendiri melalui mesin-mesin yang diciptakannya sendiri. Contohnya ketika manusia menemukan petunjuk jam maka mereka telah belajar untuk tidak menghormati matahari dan musim-musim.

Kekuasaan alam telah tergantikan detak-detak jarum jam. Bayangkan. Manusia tak lagi melihat matahari sebagai simbol waktu. Musim per musim dibiarkan lewat begitu saja karena detak jam lebih menentukan. Kerenggangan itu membuat manusia tak mampu lagi membaca gejala-gejala alam. Indera keenamnya menjadi tumpul.

Kalau saja manusia mampu membaca tanda-tanda alam mereka bisa menghindar lebih awal dari bencana alam. Mereka bisa seperti sejumlah hewan yang lari terlebih dahulu karena kemampuan menangkap peringatan alam. Inilah konsekuensi dari "tidak menghormati" matahari dan musim-musim.

read more...

Video Gempa Padang Jambi Bengkulu Sumatera Barat

Video-video dari youtube dan berbagai media termasuk televisi.






Orang2 di Mall panik karena gempa




read more...

Kumpulan Gambar Foto Gempa Padang Jambi Bengkulu Sumatera Barat

Kumpulan Gambar Foto Gempa Padang Jambi bengkulu Sumatera Barat 1




Kumpulan Gambar Foto Gempa Padang Jambi bengkulu Sumatera Barat 2




read more...

Belasungkawa atas musibah gempa di Padang Jambi dan Bengkulu Sumatera Barat



Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, ya Allah berilah aku pahala dalam musibahku ini dan gantilah untukku dengan sesuatu yang lebih baik

“Tidaklah seorang hamba yang ditimpa musibah mengucapkan, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, ya Allah berilah aku pahala dalam musibahku ini dan gantilah untukku dengan sesuatu yang lebih baik,” kecuali Allah akan memberikan pahala dalam musibahnya dan akan memberikan kepadanya ganti yang lebih baik.” (HR. Ahmad 3/27)

Diakhir bulan september kemarin kembali terjadi bencana yang menyayat hati bangsa Indonesia, gempa berkekuatan 7,6 pada skala richter mengguncang wilayah Sumatera Barat. Gempa ini tak ayal membuat banyak bangunan ambruk dan merenggut banyak sekali korban, baik itu korban luka-luka sampai meninggal dunia.

kemudian pada Hari ini Gempa berkekuatan 7 Skala Richter (SR) melanda Bengkulu dan Jambi.

read more...

Jangan pernah menyerah


Sahabat Gang fals terkadang dalam hidup ini apa yang kita inginkan tidak selalu sejalan dengan apa yang kita lihat. Terkadang bahkan teramat sering harapan dan impian tak seindah kenyataan. Manusia memang hanya bisa berencana, namun Tuhanlah yang menentukan segalanya. "Man purposes, God disposes"

“Kataballohu maqoodiirol kholaaiqo qobla ayyakhluqossamaawaati wal ardho bi khomsiina alfa sanatin. (Allah telah menulis qodar-qodar nya makhluk limapuluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi – H.R. Muslim
dalam Kitabul Qodar)”

read more...

Kode warna HTML








































































































































































































Kode warna yang terpilih :

Get it



read more...

BERCERMIN DIRI


Oleh : Aa’ Gym

Tatkala kudatangi sebuah cermin
Tampak sesosok yang sangat lama kukenal dan sangat sering kulihat
Namun aneh sesungguhnya aku belum mengenal…….siapa yang kulihat

Tatkala kutatap wajah, hatiku bertanya?
apakah wajah ini wajah yang kelak akan bercahaya,
bersinar indah di surga sana,

ataukah wajah ini yang akan hangus legam di neraka jahanam.

Tatkala kutatap mata, nanar hatiku bertanya?
Mata inikah yang akan menatap penuh kelezatan dan kerinduan
Menatap Allah, menatap Rasulullah,
menatap kekasih-kekasih Allah kelak
Ataukah mata ini yang akan terbeliak, melotot,
menganga terburai menatap neraka jahanam
Apakah mata terlihat maksiat ini akan menyelamatkan?
Wahai mata apa gerang yang kau tatap selama ini

Tatkala kutatap mulut, apakah mulut ini
yang kelak akan mendesah penuh kerinduan
Mengucap Laailaahaillallah saat malaikat maut
datang menjemput, ataukah menjadi mulut menganga
dengan lidah menjulur dengan lengking jeritan pilu
yang akan mencopot sendi-sendi setiap pendengar

Ataukah mulut ini menjadi pemakan buah zakum jahanam
Yang getir penghangus, penghancur setiap usus
Apakah gerangan yang engkau ucapkan wahai mulut yang malang?
berapa banyak dusta yang engkau ucapkan

Berapa banyak hati-hati yang remuk
Dengan pisau kata-katamu yang mengiris tajam
Berapa banyak kata-kata manis semanis madu yang palsu
yang engkau ucapkan untuk menipu
berapa jarang engkau jujur
betapa langkanya engkau menyebut
nama Tuhanmu dengan tulus
betapa jarangnya engkau syahdu
memohon agar Tuhanmu mengampuni

Tatkala kutatap tubuhku
Apakah tubuh ini yang kelak akan penuh cahaya,
bersinar, bersukacita, bercengkrama di surga
atau tubuh yang akan tercabi-cabik hancur
mendidih di dalam lahar membara jahanam
terpasang tanpa ampun derita yang takkan pernah berakhir
wahai tubuh berapa banyak maksiat yang engkau lakukan?
berapa banyak orang-orang yang engkau dzolimi dengan tubuhmu ?
Berapa banyak hambamu, hamba-hamba Allah yang lemah yang engkau tindas dengan kekuatanmu?
berapa banyak perindu pertolongan
yang engkau acuhkan tanpa peduli padahal engkau mampu
berapa banyak hak-hak yang engkau rampas

Ketika kutatap hai tubuh
Seperti apa gerangan isi hatimu
Apakah isi hatimu sebagus kata-katamu
atau sebagus daki-daki yang melekat ditubuhmu
apakah hatimu segagah ototmu
atau selemah daun-daun yang mudah rontok
apakah hatimu seindah penampilanmu
ataukah sebusuk kotoran-kotoranmu
….. betapa beda …..….. betapa beda …..

Apa yang tampak dicermin dengan apa yang tersembunyi
….. betapa beda …..
….. betapa beda …..
apa yang tampak dicermin
Dan apa yang tersembunyi betapa aku telah tertipu
aku tertipu oleh topeng,
betapa yang kulihat selama ini hanya topeng
hanyalah topeng belaka,
betapa pujian yang terhambur hanyalah memuji topeng
betapa yang indah ternyata hanyalah topeng
sedangkan aku…..
hanyalah seonggok sampah busuk yang terbungkus,

aku tertipu,
aku malu ya Allah…..
aku tertipu
Allah…..Allah selamatkan aku.
Amin ya Robbal Aalamiin…..


read more...

Ketakutan anak katak


Ada kegundahan tersendiri yang dirasakan seekor anak katak ketika langit tiba-tiba gelap. “Bu, apa kita akan binasa. Kenapa langit tiba-tiba gelap?” ucap anak katak sambil merangkul erat lengan induknya. Sang ibu menyambut rangkulan itu dengan belaian lembut.

“Anakku,” ucap sang induk kemudian. “Itu bukan pertanda kebinasaan kita. Justru, itu tanda baik.” jelas induk katak sambil terus membelai. Dan anak katak itu pun mulai tenang.

Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba angin bertiup kencang. Daun dan tangkai kering yang berserakan mulai berterbangan. Pepohonan meliuk-liuk dipermainkan angin. Lagi-lagi, suatu pemandangan menakutkan buat si katak kecil. “Ibu, itu apa lagi? Apa itu yang kita tunggu-tunggu?” tanya si anak katak sambil bersembunyi di balik tubuh induknya.

“Anakku. Itu cuma angin,” ucap sang induk tak terpengaruh keadaan. “Itu juga pertanda kalau yang kita tunggu pasti datang!” tambahnya begitu menenangkan. Dan anak katak itu pun mulai tenang. Ia mulai menikmati tiupan angin kencang yang tampak menakutkan.

“Blarrr!!!” suara petir menyambar-nyambar. Kilatan cahaya putih pun kian menjadikan suasana begitu menakutkan. Kali ini, si anak katak tak lagi bisa bilang apa-apa. Ia bukan saja merangkul dan sembunyi di balik tubuh induknya. Tapi juga gemetar. “Buuu, aku sangat takut. Takut sekali!” ucapnya sambil terus memejamkan mata.

“Sabar, anakku!” ucapnya sambil terus membelai. “Itu cuma petir. Itu tanda ketiga kalau yang kita tunggu tak lama lagi datang! Keluarlah. Pandangi tanda-tanda yang tampak menakutkan itu. Bersyukurlah, karena hujan tak lama lagi datang,” ungkap sang induk katak begitu tenang.

Anak katak itu mulai keluar dari balik tubuh induknya. Ia mencoba mendongak, memandangi langit yang hitam, angin yang meliuk-liukkan dahan, dan sambaran petir yang begitu menyilaukan. Tiba-tiba, ia berteriak kencang, “Ibu, hujan datang. Hujan datang! Horeeee!”


**

Anugerah hidup kadang tampil melalui rute yang tidak diinginkan. Ia tidak datang diiringi dengan tiupan seruling merdu. Tidak diantar oleh dayang-dayang nan rupawan. Tidak disegarkan dengan wewangian harum.

Saat itulah, tidak sedikit manusia yang akhirnya dipermainkan keadaan. Persis seperti anak katak yang takut cuma karena langit hitam, angin yang bertiup kencang, dan kilatan petir yang menyilaukan. Padahal, itulah sebenarnya tanda-tanda hujan.

Benar apa yang diucapkan induk katak: jangan takut melangkah, jangan sembunyi dari kenyataan, sabar dan hadapi. Karena hujan yang ditunggu akan datang. Bersama kesukaran ada kemudahan. Sekali lagi, bersama kesukaran ada kemudahan.

read more...

Sebuah Pelita buat si buta


Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita. Orang buta itu terbahak berkata: “Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok.”

Dengan lembut sahabatnya menjawab, “Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu.” Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut. Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta. Dalam kagetnya, ia mengomel, “Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang buta dong!” Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.

Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta. Kali ini si buta bertambah marah, “Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!” Pejalan itu menukas, “Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!” Si buta tertegun.. Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, “Oh, maaf, sayalah yang ‘buta’, saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang buta.” Si buta tersipu menjawab, “Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya.” Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.

Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta kita. Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, “Maaf, apakah pelita saya padam?” Penabraknya menjawab, “Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama.” Senyap sejenak. secara berbarengan mereka bertanya, “Apakah Anda orang buta?” Secara serempak pun mereka menjawab, “Iya.,” sembari meledak dalam tawa. Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan.

Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta. Timbul pikiran dalam benak orang ini, “Rasanya saya perlu membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka.”

Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan!).

REFLEKSI

Sibuta pertama mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain, tidak sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. Dalam perjalanan “pulang”, ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia
juga belajar menjadi pemaaf.

Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk “membuta” walaupun mereka bisa melihat.

Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru terbaik kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.

Orang buta kedua mewakili mereka yang sama-sama gelap batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi makin melek, semakin bijaksana.

Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar akan pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan.

-

Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam? JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita.

Sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan: Sejuta pelita dapat dinyalakan dari sebuah pelita, dan nyala pelita pertama tidak akan meredup. Pelita kebijaksanaan pun, tak kan pernah habis terbagi.

Bila mata tanpa penghalang, hasilnya adalah penglihatan. Jika telinga tanpa penghalang, hasilnya adalah pendengaran. Hidung yang tanpa penghalang membuahkan penciuman. Pikiran yang tanpa penghalang hasilnya adalah kebijaksanaan.

read more...

Kisah sebuah jam


Alkisah, seorang pembuat jam tangan berkata kepada jam yang sedang dibuatnya. “Hai jam, apakah kamu sanggup untuk berdetak paling tidak 31,104,000 kali selama setahun?” “Ha?,” kata jam terperanjat, “Mana sanggup saya?”

“Bagaimana kalau 86,400 kali dalam sehari?” “Delapan puluh enam ribu empat ratus kali? Dengan jarum yang ramping-ramping seperti ini?” jawab jam penuh keraguan.

“Bagaimana kalau 3,600 kali dalam satu jam?” “Dalam satu jam harus berdetak 3,600 kali? Banyak sekali itu” tetap saja jam ragu-ragu dengan kemampuan dirinya.

Tukang jam itu dengan penuh kesabaran kemudian bicara kepada si jam. “Kalau begitu, sanggupkah kamu berdetak satu kali setiap detik?” “Naaaa, kalau begitu, aku sanggup!” kata jam dengan penuh antusias.

Maka, setelah selesai dibuat, jam itu berdetak satu kali setiap detik. Tanpa terasa, detik demi detik terus berlalu dan jam itu sungguh luar biasa karena ternyata selama satu tahun penuh dia telah berdetak tanpa henti. Dan itu berarti ia telah berdetak sebanyak 31,104,000 kali.

Renungan :
Ada kalanya kita ragu-ragu dengan segala tugas pekerjaan yang begitu terasa berat. Namun sebenarnya kalau kita sudah menjalankannya, kita ternyata mampu. Bahkan yang semula kita anggap impossible untuk dilakukan sekalipun. Itu tergantung bagaimana kita menyiasati pekerjaan dan tugas kita, bila kita bisa bagi2 menjadi fragmen-fragmen yang kecil.

Jangan berkata “tidak” sebelum Anda pernah mencobanya.

read more...