Ebiet GAD - Berita Kepada Kawan
Intro : D G D A D G D
D A D
Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan
Em A D
Sayang engkau tak duduk disampingku kawan
D A D
Banyak cerita yang mestinya kau saksikan
Em A D
Di tanah kering bebatuan
D A D
Tubuhku terguncang dihempas batu jalanan
Em A D
Hati tergetar menampak kering rerumputan
D A D
Perjalanan ini pun seperti jadi saksi
Em A D
Gembala kecil menangis sedih oooo
reff-1
A G D
Kawan coba dengar apa jawabnya
A G D
Ketika ia kutanya mengapa
A G D
Bapak ibunya telah lama mati
A G D
Ditelan bencana tanah ini
G
Sesampainya di laut
D
Kukabarkan semuanya
Em A D
Kepada karang kepada ombak kepada matahari
G D
Tetapi semua diam tetapi semua bisu
Em A
Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit
reff-2
D A
Barangkali disana ada jawabnya
A D
Mengapa di tanahku terjadi bencana
G D
Mungkin Tuhan mulai bosan Melihat tingkah kita
Em A D
Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
G D
Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Em A G A D
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang
D A D
Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan
Em A D
Sayang engkau tak duduk disampingku kawan
D A D
Banyak cerita yang mestinya kau saksikan
Em A D
Di tanah kering bebatuan
D A D
Tubuhku terguncang dihempas batu jalanan
Em A D
Hati tergetar menampak kering rerumputan
D A D
Perjalanan ini pun seperti jadi saksi
Em A D
Gembala kecil menangis sedih oooo
reff-1
A G D
Kawan coba dengar apa jawabnya
A G D
Ketika ia kutanya mengapa
A G D
Bapak ibunya telah lama mati
A G D
Ditelan bencana tanah ini
G
Sesampainya di laut
D
Kukabarkan semuanya
Em A D
Kepada karang kepada ombak kepada matahari
G D
Tetapi semua diam tetapi semua bisu
Em A
Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit
reff-2
D A
Barangkali disana ada jawabnya
A D
Mengapa di tanahku terjadi bencana
G D
Mungkin Tuhan mulai bosan Melihat tingkah kita
Em A D
Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
G D
Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Em A G A D
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang
Bencana mulai menyergap. Banjir, Gempa , Tanah Longsor, dan angin puting beliung menyusahkan dan memporakporandakan sebagian masyarakat dunia. Tampaknya alam tengah bereaksi atas ulah manusia.
Atas perbuatan manusia pula maka keseimbangan alam mulai terganggu. Reaksi ini terlihat sekali pada banjir. Lantaran hutan dibabat manusia air pun enggan meresap ke dalam tanah. Air memprotes manusia dengan cara mengalir ke permukiman. Lantaran sungai mendangkal karena sampah air pun meluap ke jalan raya.
Banjir merupakan bencana alam yang sesungguhnya bisa diprediksi. Begitu pun tanah longsor dan angin puting beliung. Sementara gempa memang sulit diprediksikan kapan akan datang walau sudah ada peta kawasan rawan gempa.
Keterkaitan dengan prediksi itu sebenarnya warga juga sudah bisa waspada. Misalnya, tatkala curah hujan tinggi maka kawasan langganan banjir saatnya waspada. Warga di sekitar lereng maupun perbukitan sudah saatnya berjaga-jaga sekaligus mengamati pergerakan tanah.
Kewaspadaan itu memang patut ditingkatkan. Apalagi menurut Refleksi Joglosemar. Semakin lama kepekaan manusia terhadap alam semakin menurun. Sayangnya kehidupan modern telah memisahkan manusia dengan alam.
Modernisasi telah merenggangkan hubungan manusia dan alam. Modernisasi telah mendorong manusia untuk asyik bercakap dengan dirinya sendiri melalui mesin-mesin yang diciptakannya sendiri. Contohnya ketika manusia menemukan petunjuk jam maka mereka telah belajar untuk tidak menghormati matahari dan musim-musim.
Kekuasaan alam telah tergantikan detak-detak jarum jam. Bayangkan. Manusia tak lagi melihat matahari sebagai simbol waktu. Musim per musim dibiarkan lewat begitu saja karena detak jam lebih menentukan. Kerenggangan itu membuat manusia tak mampu lagi membaca gejala-gejala alam. Indera keenamnya menjadi tumpul.
Kalau saja manusia mampu membaca tanda-tanda alam mereka bisa menghindar lebih awal dari bencana alam. Mereka bisa seperti sejumlah hewan yang lari terlebih dahulu karena kemampuan menangkap peringatan alam. Inilah konsekuensi dari "tidak menghormati" matahari dan musim-musim.